Tuesday, December 12, 2006
Tetangga Baru
Kang Iman baru saja menutup telpon. Dia mengabarkan bahwa tetangga baru kami akan datang sebentar lagi. Setelah 1 tahun lebih bertetangga orang Belgia yang jarang di rumah, aku merasa sangat senang saat Kang Iman memberitahu bahwa tetangga baru kami adalah orang Indonesia. Rasanya seperti akan kedatangan keluarga sendiri. Sekarang mereka masih berada di hotel apartemen yang disewa perusahaan tempat Sang Tetangga bekerja. Hmm, mudah-mudahan mereka tetangga yang menyenangkan & selalu saling menjaga hubungan baik..

Setahun sudah Kang Iman bekerja di Negeri Jiran ini. Kami, aku dan anak-anak, pun rasanya tak mengalami masa-masa adaptasi yang sulit. Ya, mungkin ini karena pola hidup & tradisi yang prinsipnya sewarna dengan di kampung halaman. Tak terasa sudah setahun ini kami tinggal di daerah Setiawangsa yang lumayan sibuk dan padat. Meskipun begitu, kemacetan-hal yang sangat biasa di setiap ibukota negara-, bukan hal yang mengerikan di Kuala Lumpur ini. Bukan apa-apa, meskipn macet tetap ada, tapi semua pengguna jalan selalu mencoba tertib. Tempat tinggalku berseberangan dengan stasiun LRT (Light Rapid Transport), transportasi umum yang berbentuk kereta api. Mirip MRT di Singapura atau Undergrond di London. Dan satu hal yang pasti, ga ada bising klakson di sini. Hmm, itu yang aku suka dari kota ini. Makanya, biasanya ketika mudik aku mengalami adaptasi psikologis yang lumayan menghentak, karena di kampung aku harus berdepan lagi dengan ramainya.

Acara melamunnya selesai sudah. Aku harus bergegas menjemput anak-anak di sekolah. Jam dinding udah menunjukkan pukul 2.30. Aku pun menyambar dompet, kunci mobil & ponsel di meja makan, segera menuju sekolah untuk menjemput amanah-amanahku..

###
Aku melihat sebuah Avanza Abu-abu Metalik di lapangan parkir, aku menoleh sekilas. "Seperti orang Indon," gumamku dalam hati. For the record, meskipun sekilas orang Melayu tampak sama dengan orang Indon [begitu mereka menyebut kita, orang Indonesia], tapi aku selalu berhasil membedakan orang Melayu dengan orang Indon. Aku kembali dari bilik sampah [ruang untuk meninggalkan sampah disana untuk kemudian dikumpulkan oleh petugas cleaning service]. Kudengar perempuan muda itu berkata, "Yah, tolong ambilin plastik itu, yang di tangga.." Bener kan, orang Indon..
"Assalamu'alaikum.." Aku memberanikan diri mendekati pintu masuk apartemen yang berada persis di sebelah kiriku. Perempuan muda berjilbab itu menoleh.
"Wa'alaikumsalam.." Senyum merekah di ujung bibirnya.
"Mbak Azkia ya? Dulu pernah di Balikpapan kan?" sapaku ramah seraya menjulurkan tangan kananku. Dia menyambut dengan rupa yang sedikit bingung.
"Iya betul Mbak. Maap, Mbak siapa ya?"
"Ini loh Bun, yang aku bilang di telpon tempo hari. Suaminya Mbak Milly ini dulu pernah di Balikpapan juga.." seloroh Ridwan seraya menaruh kantong-kantong plastik di lantai.
"Iya Mbak, saya Milly. Tetangga Mbak, saya tinggal di sebelah.. Rasanya kita pernah ketemu waktu ada acara di Mall Fantasi.."
"Ohh, iya aku inget.." gumam Azkia, nama perempuan muda itu.
"Ihh, lucu banget siiih.. Namanya siapa??" Aku menyapa seorang anak perempuan yang dikuncir dan bersandal jepit kuning. Anak itu langsung berlari ke pelukan ayahnya.
"Namanya Shifa, Tante.." Aku membelai pipi Shifa. Tak lama kemudian keluar seorang perempuan setengah baya. "Naah, ini ibu kami.. Bu, kenalin, ini tetangga kita. Dulu juga temen Ridwan di Balikpapan.."
"Oooh.. Orang Indonesia ya, Mbak?" sapa Ibu sambil menyalamiku.
"Iya, Bu. Kalo ada apa-apa, pingin tau supermarket, sekolah, kantor pos atau apa aja lah, jangan segen ngebel ke tempatku ya. Ntar aku anter deh.."
"Iya, Mbak. Insya Allah. Terima kasih banyak ya. Terus mau minta maap, kalo nanti-nanti selama bertetangga anak-anak saya suka berisik.."
"Ah, ga pa-pa.. Itu mah biasa, Mbak.."
"Tapi Shifa kalo nangis suka stereo.." Aku tergelak. Stereo, emang sound system..
"Jangan khawatir yah. Ga pa-pa koq.. Aku masuk dulu yah, baru mau masak. Ntar jam 2.30 harus cepet-cepet jemput anak-anak. Kalo besok-besok mau cari sekolah, jangan sungkan ke rumah ya. Ini nomer HP-ku.." ucapku sambil menyebutkan nomer ponselku. "Mudah-mudahan betah ya di sini. Seperti aku, alhamdulilah betah."
Kami pun berpisah. Alhamdulillah, hari itu senaaaang sekali. Dapat tetangga sekaligus teman baru, sekampung pula. Saking senangnya, aku langsung sms Kang Iman memberitahu bahwa tetangga kami sudah tiba. Aku yakin, tetanggaku bakal jadi teman dan tetangga yang baik. Insya Allah.. Hari itu aku memasak dengan gembira ria.
###
Dua hari setelah pertemuan itu..
Mbak, lg ngapain? Maap nih mau ganggu sbntr,
kl supermarket yg plng dkt dimana ya?
mau beli daun bawang sm wrtel.. :)
Aku tersenyum. Segera kubalas sms dari tetanggaku tercinta itu.
Ada Giant di Setiawangsa,
dkt pmpa bnsin Petronas..
Aku jg mau kesana niy,mau brng?
Tak lama kemudian ponselku menjerit lagi.
Hayu,hayu..Tp aku mandi sbntr ya.
Hari itu kami belanja bersama. Azkia mengajak serta anaknya yang kedua, sementara anak pertamanya asyik menonton kartun dan dititipkan pada ibunya yang khusus 'diimpor' untuk membantu kepindahan mereka. Sepulang dari supermarket, seperti biasa aku harus memasak untuk keluarga. Menu hari ini, Sup Jagung Ayam, Perkedel Tahu & Ikan Kerapu Goreng, ga lupa lalap & Sambel Terasi pesanan Kang Iman.
Sorenya, tak lama setelah aku tiba dari menjemput Maisha & Ghifari, bel rumahku berbunyi. Seseorang sudah berdiri di depan pagar. Kubuka pintu rumah.
"Hei, Ki.." sapaku. Azkia rupanya.
"Mbak, aku lagi belajar bikin Bakwan Jagung nih.. Cobain ya.."
"Wah.. Alhamdulillah, emang lagi pengen ngemil, taunya ada rizqi nongol.." kataku seraya mengambil piring yang ditutupi tisu.
"Tapi Mbak, jangan ketawain yah kalo asin atau kurang mateng.." katanya takut-takut.
"Ya ampun.. Ga pa-pa, Ki.. Namanya juga belajar.. Makasih ya.. Seing-sering loooh.." candaku. Azkia tersenyum.
"Pulang dulu ya Mbak.. Assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikumsalam.."
Tak lama setelah Azkia beranjak dari beranda apartemen, Kang Iman tiba. Dia mencium harum makanan kegemarannya itu.
"Bikin apa, Bun?" tanya kang Iman sambil melepas sepatu.
"Dari Azkia. Katanya baru belajar bikin Bakwan Jagung.." jawabku seraya mengaduk butiran gula di dalam teh manis Kang Iman. Aku mengambil beberapa potong bkwan ke dalam piring kecil. Khusus untuk Kang Iman. Tak lupa kusisipkan beberapa cabe rawit. Benda kecil yang selalu jadi sahabat kang Iman saat bersantap.
"Maisha, Fari.. Would you like some of these??" tanya Kang Iman pada anak-anak yang tengah berada di kamar masing-masing.
"Are those food from the neighbor?" tanya Si Sulung maisha.
"Yes, Dear.." jawab Kang Iman sraya membelai lembu kepala buah hatinya yang berusia 7 tahun itu.
"Okay, Everyone. Let's take a seat & try these lovely Bakwan Jagung from Auntie Azkia.."
Kamipun duduk bersama di meja makan untuk menyantap Bakwan Jagung Ala Tetangga.
"Subhanallah.." Kang Iman bertasbih sedetik setelah menggigit Bakwan Jagung itu.
"What's this, Bunda??" Tak lama kemudian Fari menyimpan kembali Bakwan itu di piring kecilnya.
Sontak kami tertawa terbahak-bahak. Ternyata Bakwan Jagung itu asin sekaliii.. Hanya Maisha yang tak berkomentar, tapi dia langsung berlari ke dapur untuk mengisi air minumnya. Anak itu memang tidak pernah banyak bicara, not even in time like these. Just like her daddy..
Setelah selesai makan malam. Aku membuka lemari makan & menjumpai Bakwan Jagung yang masih bertumpuk pasrah di piring Azkia. Aku tersenyum. Terpujilah engkau, Wahai Tetanggaku, yang sedang belajar untuk memasak untuk keluargamu. Namun sejurus kemudian aku bingung. Hendak diapakan Bakwan Jagung yang asin ini??
"Bun.. Koq ngelamun di depan lemari gitu sih??" ujar Kang Iman sambil membuka kulkas mengambil sepiring mangga yang sudah kuiris.
"Iya Kang, lagi bingung nih.. Bakwannya mau diapain ya? Mau dibuang sayang, tapi kalo ga dibuang ga ada yang makan.." gumamku sambil memandangi Bakwan Jagung itu. kang Iman turut melongok ke dalam lemari makan.
"Iya ya Bun.. Oh, Bunda bikin kuah cuka aja. Yang suka Bunda bikin kemaren.. Trus ntar bakwannya campur ke kuah. Tapi kuah cukanya ga usah digaremin lagi. Bakwannya udah cukup mengandung garam nih kayanya.." saran Kang Iman ringan.
"Bener, Kang.. Cerdas deh Suamiku ini.. Kalo gitu ini disimpen di kulkas dulu kali ya, besok Bunda bikin kuah cukanya.." kataku sambil memindahkan piring berisi Bakwan Jagung ke kulkas.
###
Aku baru saja turun dari mobil saat bertemu dengan Azkia di tempat parkir. Dia tengah menuntun Shifa. Anak bungsunya itu sudah mulai berjalan.
"Hai, Ki.. Jalan-jalan nih?" sapaku sambil menutup pintu mobil.
"Iya Mbak, Shifa pengen jalan-jalan keluar nih, dia bosen di rumah terus.."
"Ki, Bakwan Jagungnya makasih ya.. Enak loh.. Kang Iman seneng banget.."
"Sama-sama Mbak.. Ah yang bener, enak ya? Alhamdulillah.." Semburat bahagia tersemat di wajah cerahnya.
"Ehmm.. Mungkin garamnya bisa dikurangin sedikit Ki.." kataku setengah ragu, khawatir menyinggung perasaannya.
"Wah, keasinan ya Mbak?" tanya Azkia perlahan.
"Ga terlalu koq, Ki. Bener deh, enak banget.. Mau koq kalo kapan-kapan dikasih lagi.." jawabku seraya tersenyum.
"Iya Mbak, ntar aku bikinin lagi ya.." kata Azkia lega.
Kami pun berpisah pagi itu.
Di hari yang sama Azkia menelponku minta diantar liat-liat sekolah. Kebetulan sebentar lagi tahun ajaran baru. Aku ajak Azkia melihat beberapa sekolah di ibukota ini. Dua diantara sekolah internasional yang dicari Azkia terletak di Jalan Ampang, 10 menit dari tempat kami. Setelah melihat dua sekolah itu, kami beralih ke Jalan Kolam Air Lama untuk menuju ke sekolah anak-anakku. Azkia tampak antusias tiap kali bertanya-tanya pada pihak sekolah. tak lupa kuingatkan Azkia untuk mengambil beberapa brosur yang memuat informasi fasilitas sekolah tersebut. Setelah selesai dari sekolah Maisha & Ghifari, kamipun pulang karena Shifa yang saat itu dibawa serta tampak lelah.
###
Azkia baru saja selesai bercakap denganku di telpon. Dia bertanya bumbu Spagheti Timun Saos Tomat. Hidangan itu aku hantar ke rumahnya saat mengembalikan piring tempat Bakwan Jagung tempo hari. Ternyata mereka suka sekali, sampai-sampai Ridwan meminta Azkia untuk bertanya resepnya padaku. Tentu saja aku dengan senang hati memberikan resep itu. Siapa yang ga hepi kalo masakannya disenengin tetangganya.
Setelah selesai memberi contekan resep Spaghetti Timun Saos Tomat pada Azkia, akupun bergegas menuju kantor pos di dekat Giant Setiawangsa untuk mengirimkan beberapa surat ke Indonesia. Sehabis itu aku harus ke carwash untuk memandikan mobil yang udah seminggu ini berlumur debu. Cuaca KL yang sekejap panas namun kemudian hujan angin seperti ini membuat mobil tak pernah bersih dalam waktu lama. Selesai memandikan Honda Stream ini, aku langsung melaju ke sekolah menjemput Maisha & Fari.
Tak lama tiba di rumah, Maisha mengetuk pintu kamar mandi di mana aku sedang berada di dalamnya.
"Ada apa, Sha? Bunda lagi mandi, trus mau shalat nih.."
"Ada Tante Azkia.."
"Suruh masuk aja ya.."
"Ga, udah pulang lagi Bun, cuma nganter Spaghetti.. Taro di mana, Bun?"
"Taro aja di microwave ya.. Ntar Bunda yang pindahin ke piring laen. Bunda mandi dulu.."
"Okay.."
Usai mandi dan shalat, aku segera menuju dapur untuk memindahkan spaghetti dari tetangga yang baik hati itu. Hmm, aromanya sudah menggoda hidung nih. Semoga memang selezat tampilannya.. Segera kuraih piring ceper dan kupindahkan spaghetti itu ke dalamnya. Sementara piring Azkia aku siram air dan aku letakkan di dishwasher untuk kemudian dicuci bersama piring-piring kotor lain.
Jam yang termenung di dinding menunjukkan pukul 6. Sebentar lagi Kang Iman datang. Dia pasti lapar dan pingin ngemil. Begitulah kebiasaannya selama bertahun-tahun pernikahan kami. Sepulang dari kantor, Kang Iman pasti minta dibuatkan teh manis atau capuccino instan. Untuk itu, harus ada cemilan yang mendampingi minuman sore itu. Berhubung hari ini aku ga sempat membuat apa-apa, jadi aku sajikan saja Spaghetti Timun Saos Tomat di meja makan. Aku tau Kang Iman pasti suka, karena dia juga penggemar pasta.
Ting tong!!
Bel rumah mengejutkan seisi rumah. Pasti Kang Iman.
"Assalamu'alaikum.." sapa Kang Iman seraya tersenyum melihat sosok anak bungsunya di hadapannya.
"Ayah, look I made a giant building.." kata Fari sambil berlari ke arah Kang Iman.
"Wow.. It's huge and strong. Did you make it by yourself?" tanya Kang Iman sambil melepas sepatunya. Fari mengangguk bangga.
"Kang, mau teh manis atau capuccino?" tanyaku dari dapur.
"Teh manis aja, Bun.. Makasih ya," jawab Kang Iman.
"Di meja juga ada spaghetti loh, Kang. Dari Azkia.."
"Oh ya? Boleh juga nih, kebetulan Akang laper.."
"Ntar Bunda ambilin piring sama garpunya.."
Kami semua berkumpul di meja makan untuk menikmati spaghetti kiriman tetangga ini. Semua udah siap dengan garpu di tangan kanan mereka. Acara santap sore pun dimulai.
Sesaat setelah suapan pertama masuk ke mulut masing-masing..
"Gimana, Fari? Spaghettinya enak kan?" tanyaku.
"Enak Bun, sebenernya lebih enak kalo ga ada ini.." jawab Kang Iman sambil mengorek mulutnya dan sesaat kemudian jari-jarinya menarik sesuatu.
Karet gelang!!
Ya ampuuun, Azkia..
Kami semua pun terbahak-bahak ga tertahan. Meskipun dua kali kami mengalami 'kecelakaan' kuliner, tapi kami tetap bersyukur sepenuh hati memiliki tetangga yang baik budi seperti Azkia, yang tak segan berbagi apapun. Bahkan garam dan.. Tentu saja karet gelang!!
KL, 12 December 2006
For my lovely neighbor at Kampung Warisan,
We love you with all of our soul.. :]
posted by Vina @ 10:47 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
 
The Writer
My Photo
Name:
Location: Perth, Western Australia, Australia

Mom of 2 Stooges (6 & 3-year old), sensitive, cheerful, friendly, humourous, claustrophobic + acrophobic, wimbledon-maniac, forgetful, damn well-organized, perfectionist,full-of-forgiveness, impatient mom yet very loving & caring person

Udah Lewat
Cerita Lama
Time & Date
Yang Namu
Links
Say Hi


Template by
Free Blogger templates
Big Thanx to
*LadyLony*
Bouncy Bubbles.Net