Thursday, December 14, 2006
Pindah
Kuhempaskan ponsel yang sedari tadi aku genggam. Kepala ini rasanya panas dan siap meledakkan amarah pada siapa saja yang berani memancing lahar ini keluar. Aku beranjak dari sofa yang belum lama kami beli dari hasil menabung selama sekian bulan. Aku memandang sofa itu. Ah, sebentar lagi kau akan masuk truk kontainer dan ditransfer ke sebuah kapal laut yang siap membawamu. Entah kemana..

Pandanganku menerawang jauh keluar jendela yang basah oleh percikan air hujan. Pindah lagi. Aku menarik nafas panjang. Kalau jadi pindah lagi, berarti ini akan jadi kali ke-5 kami pindah dalam empat tahun. Tanpa sadar aku menggelengkan kepala dengan gusar. Hatiku sontak menjadi beriak tak karuan saat menerima telpon dari Kharis, suamiku. Dia mengabarkan bahwa dia lolos interview dan berhasil mendapatkan tawaran yang menarik dari sebuah perusahaan mineral terbesar di Perth, Australia. Hal ini memang sudah aku antisipasi sejak pertama memutuskan menikah dengan Kharis. Tapi aku tak menyangka frekuensi perpindahan dari satu titik ke titik yang lain akan begini cepat dan tak terduga.

Awalnya aku ikut merasa excited dengan ritual ini. Karena aku yakin berhijrah pasti akan membawa sebuah kebaikan dan pengalaman baru untuk kami sekeluarga. But then again, not this soon. Ah, kesal aku dibuatnya. Kharis masih saja begini. Kurang mendengarkan pendapatku. Apakah mentang-mentang dia yang menjadi pilot penerbangan yang bernama 'Keluarga' sehingga dia selalu memutuskan hal-hal tanpa banyak membicarakannya denganku?? Apakah kesuksesan hanya dapat diraih dengan cara nomaden seperti ini? Oh come on, Ris.. We're not ancient people.. Uggghhh, kepalaku semakin sumpek memikirkannya. Buatku, PINDAH = MAKAN BIAYA+BUANG WAKTU+ADAPTASI YANG BELUM TENTU BERHASIL.. "What's on your bloody mind, Kharis??" gumamku geram.

Aku terhenyak saat seseorang membunyikan bel rumahku.

"Assalamu'alaikum.." sapa sebuah suara lembut di depan pintu.
"Wa'alaikumsalam.. Eh lo, Wen. Ayo masuk.. Maaf ya masih berantakan gini.." jawabku kikuk.
"Iya nih berantakan Wen, kaya tampang yang punya rumah ini.." seloroh Wenda sambil menyolek bahuku. Aku tersenyum kecut.
"Mau minum apa, Wen?" tanyaku dari dapur dengan kepala yang tersorok di dalam kulkas. Wenda menghampiri.
"Ntar ajalah ngambil sendiri. Kaya sama tamu aja lo.." jawab Wenda sambil menepuk bahuku. "Ada apa sih, In? Koq muka lo kusut kaya benang jahitan emak gua.."
"Gua bingung, Wen.." kataku pelan. "Barusan Kharis nelpon. Company yang di Perth mau hire dia."
"That's awesome, kan??" kata Wenda heran melihat nada bicaraku yang tak antusias saat mengumumkan berita baik itu.
"Depends.. On how you see it.." jawabku bergumam dan dengan pandangan yang melayang. Bingung..
"Maksud looo??"
"Maksud gua, kayaknya kita keseringan pindah deh. Lo bayangin Wen, gua baru nikah 4 tahun, belum juga dikaruniai amanah, trus kita sibuk pindah-pindaaah mulu. Dalam 4 tahun gua udah pindah hampir kelima kali.. Kapan kita settled-nya? Kapan coba ikhtiar dapet momongan? Kapan ngumpulin uangnya? Apalagi lo tau sendiri kan yang namanya pindahan tuh MAKAN BIAYA & BUANG WAKTU.. Buat packing, ngurus surat menyurat.. Pokonya ribet, Wen.. And can you believe it, we've been through this for 4 times in 5 years.. Well, it will be 5 times, soon.." jawabku berapi-api. Aku memeluk kedua kakiku dan membenamkan wajahku diantaranya.

"Tapi lo kan tau dari dulu bahwa kerjaan Kharis bakal kaya gini??" ujar Wenda hati-hati. Aku mengangguk pasrah.
"Iya, gua tau. Tapi gua ga nyangka bakal secepat dan sesering ini.." jawab gua menahan tangis.

Pagi itu pun senyap seketika.
###
"Emang kamu ga ikut seneng ya kalo denger aku dapet tawaran yang lebih baik dari kerjaan yang sekarang?" tanya Kharis seraya membuka lemari dan mulai memilah kemeja yang akan dipakainya hari itu.
"Bukan gitu, Ris.. Tapi coba kamu pikir, 5 times in 4 years?? Don't you think it's quite too.. Much?" jawabku seraya menggigit bibir bawahku, menahan sekuat hati untuk tak emosi.
"Too much what, In??" Kharis balik menyerang.
"Too much hassle, too much money spent, too much time passed without knowing what we've been doing.." jawabku ketus.
"Jadi selama ini kamu pikir kmu ga tau apa yang kamu lakukan?"
"Maksudnya??" Aku tambah terjerat dalm kebingungan.
"Kenapa sih kamu begini? Ini kan demi masa depan kita, kamu dan aku.." kata Kharis. Suaranya mulai meninggi.
"Awal-awal emang bener untuk masa depan kita. Tapi liat sekarang. Kita ga punya apa-apa, Ris. Belum lagi.. Ah.. kamu ga ngerti sih perasaanku.." jawabku menahan lelehan cairan bening membasahi wajahku.
"Ga ngerti gimana sih, bukannya selama ini aku selalu berusaha me-matching-kan keinginan kamu dengan kebutuhanku? It's quite fair, isn't it??"
"Aku ga minta banyak, Ris. Aku cuma pengan kita settled di satu tempat sebelum akhirnya pindah lagi.."
"Settled?? Emang selama ini kamu pikir kita kurang settled??"
"Iya! Dengan 4 tahun pernikahan yang belum ada anggota baru dalam bahtera, dengan bernomaden ria tanpa berpikir apa yang akan terjadi dengan keluarga yang kita tinggalkan..Iya, rasanya kita kurang settled, Ris.." jawabku mulai menyamai intonasi suara Kharis..
"Jadi selama ini kamu ga rela ninggalin keluarga besar kamu??"
"Bukan itu. Selama berpindah begini selalu ada yang terjadi di keluargaku. Taun pertama kita pindah dari Jakarta ke Balikpapan, Oma meninggal. Taun kedua kita pindah dari Balikpapan ke London, Opa wafat. Taun ketiga kita pindah dari London kesini, aku keguguran. What am I going to lose next? Aku ga siap nerima satu kehilangan lagi, Ris.."
Aku meninggalkan Kharis yang tertegun di depan lemari. Tak kuindahkan suaranya yang memanggil-manggilku. Aku menyambar ponsel dan kunci mobil dan melaju tak tentu arah. Dalam mobil aku sempatkan diri mengirim SMS pada Wenda.
Wen, ada dirmh kan?
Gw kermh lo skrg..
Aku pun tancap gas menuju apartemen Wenda di daerah Ampang, yang macet dan sesak di waktu-waktu sibuk seperti ini.
"Ada apa sih, In? Lo kusut mulu dari kemaren.." tanya Wenda sambil mengusap lembut bahuku. Aku mengusap pipiku yang dialiri airmata. "Masalah Kharis pindah ya??"
Aku mengangguk.
"Gua ga ngerti jalan pikiran dia. Selama ini gua selalu ngalah, ngikutin kemanapun dia pergi. Nurutin apapun keputusan dia. Tapi dia rasanya ga pernah mau tau apa yang gua pengen, Wen.. It's just not fair.. I'm tired following him to places where we never get settled.. Pindah dari satu tempat ke tempat laen, untuk kemudian cuma berada di situ beberapa saat, trus pindah lagi.. Gua capek, Wen.. Gua cuma pengen kaya orang laen.." tangisku pecah lagi. Tak sanggup kubendung airmata yang hampir tumpah dari pelupuk.
"Kaya orang laen gimana maksud lo??" tanya Wenda sabar.
"Kaya orang laen, kaya lo, kaya Mbak Fira. Settled di satu tempat, terus menghasilkan amanah, build a complete family.."
"Kalo lo pengen punya baby, bukan berarti lo belum hamil karena pindah-pindah kan?? I think it has nothing to do with that.." jawab Wenda.
"Tapi selama 4 kali pindah, gua selalu kehilangan sesuatu. Taun pertama Oma gua, trus Opa gua, trus taun berikutnya gua keguguran. Sekarang apa lagi??"
"In.. Istighfar, you're starting being superstitious about this. Ini ga ada hubungannya sama kepindahan elo. Sama sekali ga. Allah udah menuliskan semua. Kepergian Oma-Opa lo, lo keguguran, semua yang udah terjadi bakal tetep terjadi walaupun elo ga pindah dari sini. Semua akan terjadi even if you stay with your parents.. Masalah lo belum dikasih baby, itu bukan urusan kita, In. Semua prerogatif Allah. Kita hidup ini cuma nunggu, In. Orang single nunggu waktunya nikah. Orang nikah nunggu waktunya punya anak. Orang punya anak nunggu anaknya gede dan mandiri. Bakal gitu seterusnya sampe kita pulang ke 'rumah' yang sebenernya. Dan waktu yang gua maksud itu adalah istilah waktu menurut Allah, bukan terminologi kita.. Allah paling tau waktu yang tepat bagi kita untuk menjalani sesuatu." Wenda menggenggam tanganku yang sedari tadi memeluk bantal.
Sebuah hawa sejuk seolah menghampiri relung hatiku yang sedang membara oleh emosi. Kata-kata Wenda seakan menohok ulu hatiku dan memberiku shock therapy. Menyadarkanku bahwa semua yang sudah, sedang, dan akan terjadi adalah ketentuan-Nya.
###
Aku memeluk Wenda dengan haru. Aku seakan enggan melepaskannya. Ini pula alasan terberatku untuk tak beanjak dari Negeri Jiran ini. Sahabat yang luar biasa. Akankah aku mendapat sahabat yang selalu menuntunku ke arah yang lurus kala hati ini tak teguh? Adakah seorang yang akan menjadi teman yang menerangi jalanku saat aku tersesat dalam gelap gulita? Jawabnya ada. Wenda bilang, "Lo jangan khawatir, In. Sahabat yang nyata ga harus bertemu dalam dunia nyata. Cukup dirasa kehadirannya melalui setiap media, cukup dihirup hawanya melalui kesejukan jiwa, cukup dilihat cerianya lewat kabar berita. Kalo lo yakin, Insya Allah lo bakal dikaruniai sahabat lain yang lebih baik."
Wenda, Gibran dan Si Kecil Sahira turut mengantar kepergian kami di Kuala Lumpur International Airport. Berat langkahku ketika detik-detik terakhirku di sana. Tapi hidup selalu dihadapkan pada pilihan dan pilihan. Rupanya ini pilihan kami. Meninggalkan Kuala Lumpur menuju Perth. Muram wajahku selalu terhibur oleh celoteh Sahira dan canda Gibran yang renyah.
"In, lo sahabat terbaik yang pernah gua punya. Please, stay the same. And be better than the best to anyone who will be your next bestfriend.." kata Wenda sambil memelukku sekali lagi. Aku mengangguk lunglai.
This is it. Time to fly. Time to move on with our new lives. At new place. As usual..
Aku, Inka kecil, yang selalu berada di lingkup kota kecil di Banten.. Yang membesar di satu tempat yang sama selama 14 tahun.. Yang selalu berada dekat dengan kakak adik dan keluarga besarku.. Yang selalu rindu masakan Ibu dan dekapan hangat Papa.. Kini harus menyerahkan hidup ini pada takdir Sang Maha Rencana, yang Maha Mengetahui Segala Misteri, yang Maha Membuka Segala Tabir.. Aku pasrah, Ya Allah, akan segala ketentuanmu akan jalanku.
Kami pun terhembus di awan. Semakin tinggi. Semakin jauh..
###
"Is there anything else??" tanya lelaki bule itu sambil menulis sesuatu di kertasnya.
"No, that would be all, thank you.." jawabku.
"G'day then, Mam.." Bule itu pamit pergi.
Semua barang dari KL udah sampe di Perth. Tinggallah aku yang terbengong-bengong betapa banyak barang yang kami miliki..
Aku pun duduk di meja komputer dan mulai melakukan scanning, siapa saja teman chatting yang sedang online hari ini. Hmm, Ghia.. Busy.. Hanum, stepped out.. Siapa lagi yaa.. Lita, masak masak goreng goreng tumis tumis.. Hahaha, kaya iklan Bimoli jaman baheula banget status-nya.. Wenda, available.. Langsung aku klik 'action' dan 'send an instant message'..
Kami pun mengbrol lama sekali via internet. Kebetulan Sahira sedang anteng main sambil nonton kartun di Playhouse Disney Channel. Sepertinya dia ngerti banget bahwa ibunya sedang asik ngerumpi.. Kami ngobrol ngalor ngidul, barat ke timur. Masalah gosip, masalah resep baru, cuaca, dan.. anak. Tentu saja, itulah satu-satunya topik yang belum aku kuasai. Dan, jujur aja, bikin aku iri setengah mati..
Uuuggh.. Andai aku tau kapan Allah akan menitipkan seorang amanah buat kami, gumamku dalam hati setelah usai chatting dengan Wenda.
###
Pagi ini kepalaku terasa berat dan badan ini rasanya lemas sekali. Mau bangun dari ranjang pun rasanya ga sanggup. Perut mual & mules. Ah, PMS nih kayanya. Aku beranjak bangun dengan terhuyung-huyung. Hari ini harus ke supermarket mengisi stok barang-barang dapur yang udah habis.
Aku pun pergi ke kamar mandi dan menggosok gigi serta membasuh muka. Hari ini rasanya terlalu dingin untuk mandi. Hihihi.. Kuambil coat yang menggantung di kursi dan berjalan menuju tempat sepedaku.
Aku mulai mengayuh sepeda itu. Setiap kayuhan membuatku lelah tak terkira. Kepalaku mulai pening dan berkunang-kunang. Aku kerjapkan mataku untuk menyegarkan pandangan yang mulai buram. Aku hentikan kayuhanku.. Aku..
###
"Hai, Sweetie.." sapa Kharis yang tampaknya sejak tadi duduk di sisi ranjang berseprei putih ini. Aku terkesiap setelah sadar ranjang yang aku tempatku berbaring bukanlah ranjang kami, dinding yang mengelilingiku bukanlah dinding rumah kami.
"Dimana ini, Ris??" tanyaku sambil berusaha bangun dari ranjang. Kharis mencegah.
"Stay in bed.. Kita di rumah sakit, In.."
"Ada apa, Ris? Aku kenapa??" tanyaku mulai histeris. Kharis mengusap kepalaku yang terselubung jilbab hijau muda.
"Hello, Ma'am.. How are you feeling now?" Seorang dokter tiba-tiba muncul di kamarku & mulai memeriksaku.
"A bit dizzy now, Sir.. What happened to me?" tanyaku pelan.
"Nothing. Just exhaustion and.. Maybe your husband would like to tell you why.." jawab dokter muda yang pirang itu sambil tersenyum memandang ke arah Kharis. Aku segera menoleh ke arahnya dengan pandangan kenapa-gua-ada-disini.
Setelah dokter pirang itu keluar, Kharis duduk di samping ranjangku. Dia menggenggam tanganku seraya mengelus kepalaku lembut.
"Kamu kecapekan, In. Trus.."
"Trus kenapa sih?? Kenapa aku ada di sini?" seruku dengan suara tinggi.
"Kamu tadi jatuh dari sepeda. Pingsan, trus ada orang yang nolongin dan bawa kamu kesini. Dia juga langsung nelpon aku.." Aku pingsan??
"Trus aku ga pa-pa kan?"
"Ga pa-pa, In.. Cuma.."
"Cuma apa, Ris?"
"Cuma hamil, In.. We're gonna have a lovely baby, Dear.." jawab Kharis berkaca-kaca..
Hamil??
Aku cubit paha kananku. Aughhwh.. Sakit!!
Aku hamil?? Jadi ibu?? Pandanganku seakan berputar karena bahagia..
"Bener, Ris? Hamil??" tanyaku tak percaya. Kharis mengangguk lembut. "Subhanallah walhamdulillah.." bisikku haru.
"Welcome to Perth, Love.." kata Kharis seraya mengelus perutku yang belum membuncit.
KL, 14 December 2006.
For My Lovely Husband who keeps our family on the road,
moving from one place to another, who never stop [even one second]
to give his precious love & affection.. Thx, Dear!
posted by Vina @ 2:37 AM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
 
The Writer
My Photo
Name:
Location: Perth, Western Australia, Australia

Mom of 2 Stooges (6 & 3-year old), sensitive, cheerful, friendly, humourous, claustrophobic + acrophobic, wimbledon-maniac, forgetful, damn well-organized, perfectionist,full-of-forgiveness, impatient mom yet very loving & caring person

Udah Lewat
Cerita Lama
Time & Date
Yang Namu
Links
Say Hi


Template by
Free Blogger templates
Big Thanx to
*LadyLony*
Bouncy Bubbles.Net