Saturday, December 23, 2006
When God Doesn't Seem to Help
Rinaz masih berkutat dengan kertas-kertas rekeningnya. Sesekali dahinya berkerut tanda otaknya dipaksa berikir lebih keras. Nafas panjang kadang menyelingi penjelajahan kertas-kertas itu. "Ugh, defisit lagi deh bulan ini.." keluh Rinaz lemah. Hmm, inilah yang terjadi setiap bulan selama 6 tahun belakangan. Defisit.. Kata-kata itu seakan hantu yang bergentayangan di ujung bulan dan membuat Rinaz harus berpikir keras bagaimana caranya membuat pendapatan suaminya cukup untuk sebulan penuh. Bang Thariq, seorangwartawan di harian lokal Balikpapan, semua tau berapa gajinya sebulan. Meskipun kadang ada tambahan beberapa ratus ribu dari hasil liputan lepas dan cerpen di majalah atau harian lain, tapi kadang kesempitan ini masih terjadi juga. "Ada yang salahkah dengan caraku mengatur uang ini?" tanya Rinaz dalam hati. Ia menggaruk kepalanya yang terbungkus jilbab instan, yang sebenarnya tak gatal.. Ya Rabb, berikan cahaya penolong-Mu..

Pintu depan diketuk perlahan. Rinaz menghampiri seraya melirik cepat ke arah jam dinding. Mungkin Zidan dan Aulia pulang sekolah. Ia membuka pintu itu.
"Assalamu'alaikum.." sapa Zidan ramah. Aulia pun mengucap kata yang sama seraya mencium tangan Bundanya yang tengah menggenggam pulpen. Tercium sekilas bau matahari.
"Wa'alaikumsalam, Sayangku.." Senyum terbit di bibir perempuan 30 tahun itu.
"Bunda masak apa hari ini?" tanya Zidan sambil membuka sepatunya. Wajah Rinaz sontak berubah. Hari ini dia hanya masak Tumis Kangkung & Jagung dan menggoreng Tempe. Sudah seminggu ini Zidan dan Aulia ingin sekali makan Semur Hati Sapi.
"Ehmm, Tumis Kangkung sama Tempe Goreng, Dan.. Zidan mau makan sekarang?" tanya Rinaz hati-hati.
"Yaaaah, Bunda.. Kapan dong masak Semur Hati Sapi-nya?" keluh Aulia sambil cemberut.
"Hush.. Jangan bilang gitu dong Aul.. Bunda kan udah cape-cape masak buat kita, koq Aulia bilang gitu. Yang penting di meja ada makanan." Zidan menjawab sambil mengusap lembut kepala adiknya yang baru berusia 6 tahun itu.
"Iya, laen kali kalo Ayah dapet rizqi lebih, Bunda masakin Semur Hati Sapi ya. Sekarang ganti baju dulu ya, biar Bunda siapin makanannya.."

Sambil menemani buah hatinya makan, angan-angannya terseret ke masa 6 tahun yang lalu, saat Bang Thariq masih bekerja sebagai reporter di sebuah stasiun televisi swasta nasional. Kala itu kehidupan mereka sangat mapan. Dengan fasilitas apartemen di bilangan Kuningan dan mobil dinas Toyota Wish hitam elegan lengkap dengan supir pribadi, mereka tak pernah punya masalah dengan datangnya penghujung bulan. Setiap tanggal dalam sebulan sama, berkecukupan. Tak ada defisit, tak ada pinjam sana sini, tak ada tunggakan uang sekolah Zidan dan Aulia. Sama sekali tak seperti saat ini..

Bang Thariq harus tersingkir dari stasiun televisi berita bergengsi itu karena ulah seorang pejabat negara yang licik. Suatu saat, Bang Thariq harus mewawancarai beliau [sebutlah ZR] di sebuah hotel. ZR ternyata berada di belakang sebuah insiden demo yang merenggut nyawa belasan ibu-ibu muda. Singkat cerita ZR mencoba menyuap Bang Thariq dengan cek yang bertuliskan angka dengan delapan angka nol dibelakangnya. Syaratnya, Bang Thariq harus menayangkan hasil wawancara dengan hasil edit yang 'signifikan'. Tak hanya itu, Bang Thariq juga harus 'membersihkan' nama baik ZR dengan menulis di beberapa kolom harian ternama nasional. Tentu saja isinya tentang kebaikan, program-program dan acara amal yang pernah dan akan dihasilkan pejabat busuk itu.Tak hanya itu, ZR berhasil menyuap atasan Bang Thariq sehingga posisi Bang Thariq mendadak menjadi sangat terjepit. Batinnya menjerit. Hatinya tak sanggup menerima hal yang bertentangan dengan nurani. Teror psikologis pun mulai menghampiri hidup mereka. Sedikit demi sedikit fasilitas mereka ditarik oleh perusahaan. Semua rekan sejawat dihasut untuk tak banyak bicara pada Bang Thariq. Selama hampir 1 tahun Bang Thariq bertahan dengan tantangan itu. Sampai suatu hari, sebuah surat datang. Isinya menyuruh Bang Thariq mengundurkan diri secara 'sukarela' karena alasan pengembangan karier di bidang lain. Ah, ini sama saja pemecatan..

Bang Thariq pun akhirnya lengser dari kedudukannya. Pergulatan panjang diwarnai istikharah malam demi malam memantapkan hati Bang Thariq untuk keluar dari stasiun televisi laknat itu. Bang Thariq tau persis konsekuensinya. Hidup pas-pasan. Dengan berbekal azzam yang kuat, kami pindah ke Balikpapan, dimana Bang Thariq mendapat tawaran untuk menjadi wartawan di sebuah harian lokal kota itu. Alhamdulillah.. Untaian kata itu yang tak pernah luput dari lisan Bang Thariq.

"Bunda.." Rinaz tersentak saat anak sulungnya menyentuh lembut punggung tangannya.
"Ada apa, Dan?" jawab Rinaz setengah terkejut.
"Maap yah, ini ada surat dari sekolah untuk Ayah sama Bunda katanya.." ujar Zidan pelan sambil menyerahkan sampul surat putih itu.
"Isinya apa ya, Dan?" tanyaku sambil membolak-balik amplop itu.
"Ngga tau, Bun.. Kan kata Bunda ga boleh buka surat punya orang.." jawab Zidan polos. Rinaz tersenyum mendengarnya. Jagoan Ciliknya sudah mengerti arti amanah..

Rinaz menarik nafas panjang saat usai membaca surat dari sekolah anak-anaknya. Isinya tentang peringatan untuk segera melunasi uang sekolah yang tertunggak hampir 1 caturwulan.. Kepalanya mendadak pening. dadanya terasa sempit sekali.. Berulangkali lafaz istighfar terlontar dalam hati. Rinaz pun menyimpan surat itu di lemari dan akan menyampaikan pada Bang Thariq jika ia pulang nanti.
####################

"Uang dari mana, Bang?" keluh Rinaz hati-hati saat menyerahkan sampul surat itu pada suaminya.
"Insya Allah Abang cari ya.. Naz tenang aja. Insya Allah ada.." kata Bang Thariq sambil mengecup ubun-ubun istrinya yang sedang gundah. Tersirat ragu dari mata Bang Thariq. "Darimana lagi aku cari uang untuk bayar sekolah anak-anak.." bathin Bang Thariq miris.
"Trus kita mau gimana ya, Bang.." tanya Rinaz gelisah sambil menyimpan baju kotor suaminya ke dalam ember.
"Iya, jujur Abang juga belum tau. Tapi Abang usahain nulis artikel di tempat lain. Mudah-mudahan uangnya cepet turun.." jawab Bang Thariq. Rinaz mengangguk pelan.
Ya Allah, tolonglah anak-anak hamba..

####################

Rinaz serasa hampir pingsan mendengar berita itu. Ya Allah, cobaan apalagi yang Kau turunkan pada kami yang sudah sangat terjepit ini..
"Koq bisa hilang sih, Bang??" tanya Rinaz histeris dengan suara tercekat.
"Iya, Naz.. Abang juga ga ngerti. Padahal Abang tinggal sebentar doang buat ngambil helm di lobby.. Ya Allah.." jawab Bang Thariq. Ia tampak sangat pucat. Rinaz mulai menangis panik.
"Gimana kita mau ngegantinya, Bang?" tanya Rinaz hampir berbisik. Bang Thariq menggeleng pasrah.
"Ga tau, Naz.. Mungkin Abang nyicil aja deh ke kantor.." ujar Bang Thariq sambil mengusap wajahnya.

Dunia seakan runtuh saat Rinaz mendengar kabar motor dinas Bang Thariq hilang. Dada Rinaz terasa sangat sesak serasa baru saja terhimpit berton-ton batu raksasa. Ya Allah.. Ada apa ini?? Apakah Kau akan mengazab kami atau akan menghantarkan kami ke gerbang derajat yang paling tinggi?? Untuk bayar uang sekolah saja mereka belum mendapatkan jalan keluar, sekarang sudah dirundung masalah lagi. Mana motor amanah, bukan milik sendiri. Airmata Rinaz tak terbendung lagi. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Rinaz merasa Tuhan sedang tak peduli padanya..

####################

"Bunda, kita tadi dipanggil Kepala Sekolah, katanya Bunda disuruh dateng ke sekolah.." kata Zidan terputus-putus. Rinaz menghela nafas panjang. Pasti masalah uang sekolah lagi..
"Kapan Bunda disuruh kesana?" tanya Rinaz setengah mati berusaha untuk tenang.
"Secepetnya.. Bun, jangan marah sama Zidan dan Aulia ya.. Zidan tau Bunda lagi ga punya uang, tapi Zidan harus ngasihtau ini ke Bunda.." ujar Zidan perlahan seraya mengelus bahu ibunya yang lelah menahan beban. Rinaz mengangguk dan memaksakan diri untuk tersenyum.
"Ga pa-pa, Dan.. Bunda ngerti koq.. Zidan tenang aja ya, Insya Allah Ayah pulang bawa uang untuk bayar sekolah Zidan dan Aulia.." jawab Rinaz seraya mati-matian menahan tangis yang hendak menyembur dari sudut matanya.

Saat-saat seperti ini Rinaz merasa terhempas terseret gravitasi, jauh di bawah bumi. Ia merasa tak berdaya. Orang-orang yang dicintainya dalam kesulitan namun tak sedikit pun daya yang ia miliki. Manusia apa aku ini.. Anak-anak terancam tak boleh ikut ujian, motor bang Thariq hilang di kantornya sendiri. Utang menggunung ke warung-warung.. Tuhan, dimana saat aku membutuhkan setitik pertolongan-Mu?? Dimana kuasa-Mu saat kami tersudut di ujung kemalangan?? Rinaz merasa hampa, 'Sosok Perkasa' yang selama ini ia agungkan siang malam seakan menghilang ketika ia membutuhkan uluran tangan-Nya..


Sore itu, Rinaz berkeliling dari rumah ke rumah di dalam Kompleks Bukit Damai Indah, salah satu kompleks perumahan elit di kota itu. Rinaz bertanya dari pintu ke pintu, adakah dari mereka yang membutuhkan pembantu setengah hari. Lumayan untuk mengurangi beban Bang Thariq. Dia sudah berusaha sepenuh hati, sekuat yang dia mampu. Mungkin sudah saatna Rinaz membantu. Toh anak-anaknya sudah mulai besar, jadi ditinggal sebentar barang 1-2 jam tak apalah.

Lima rumah sudah ia ketuk, tapi semua pemiliknya belum membutuhkan tenaga tambahan. Rumah keenam akhirnya ia ketuk dengan lunglai dan kepasrahan pada titik tertinggi. Ikhtiar sudah terjalani, hasilnya bukan urusan manusia bukan?

"Permisi Bu, mau tanya, apakah Ibu perlu pembantu paruh waktu? Saya bersedia bekerja dari jam 8 sampai jam 1, bisa nyetrika, nyuci, jaga anak, beres-beres kebun.." kata Rinaz dengan sopan.
"Hmm, bisa masak?" tanya Ibu Setengah Baya itu lagi. Rinaz mengangguk. "Bisa bantu-bantu cuci piring juga kan?" Rinaz mengangguk lagi. "Kalo mau, bisa kerja di sini tapi Senin sampe Jumat aja. Karena hari-hari itu saya suka terima katering. Kalo Sabtu-Minggu saya libur. Kalo mau kamu bisa bantu saya masak sama cuci piring.."
"Alhamdulillah.." ucap syukur terurai dari sudut bibir Rinaz yang mulai kehausan.
"Kamu mau saya bayar perminggu atau perbulan?" tanya Ibu itu sambil mempersilakan Rinaz duduk di beranda.
"Terserah Ibu. Tapi kalo bisa, saya minta uang dimuka Bu, setengahnya juga ga pa-pa, untuk bayar sekolah anak-anak.." jawab Rinaz perlahan. Dahi Ibu itu mengernyit.
"Belum kerja koq udah minta gaji toh, Nduk.. Ya sudah, besok saya kasih ya, namamu siapa?" tanyanya.
"Sharinaz, Bu. Panggil saya Rinaz aja.." kata Rinaz seraya mengusap peluh di ujung hidungnya.
"Saya Sri. Besok saya tunggu jam 8 ya.." katanya sambil menepuk bahu Rinaz.
"Iya Bu, terima kasih banyak.. Ibu udah sudi menolong saya.." ujar Rinaz sambil menjabat tangan Ibu Sri.
"Yo wis, besok jangan terlambat ya.." Rinaz mengangguk semangat.

Langkah Rinaz kembali gegap gempita. Alhamdulillah, besok anak-anak akan bisa bayar sekolah lagi. Gaji pertamanya akan ia gunakan untuk melunasi utangnya di warung Oma, Pak Gondrong dan Mak Idah. Selebihnya akan ia masukkan ke dalam celengan kodok yang selama ini selalu kosong. Wajahnya kembali sumringah. Entah kapan terakhir ia merasakan senyum lebar terpatri di wajah ayunya..

####################

"Bang, hari ini Naz mulai kerja di tempat Bu Sri, di BDI. Bantu-bantu masak di kateringnya. Lumayan, buat nambah-nambah uang saku anak-anak.." kata Rinaz seraya mengaduk gula di teh manis Bang Thariq.
"Trus, anak-anak siapa yang jaga??" tanya Bang Thariq khawatir.
"Tenang aja, Bang. Naz kan cuma kerja dari jam 8 sampe jam 1, jadi pas anak-anak sampe rumah Naz udah pulang. Trus Bang, enaknya Sabtu-Minggu Naz libur, jadi tetep bisa kumpul sama Abang dan anak-anak.. Boleh kan, Bang??" tanya Rinaz ragu.
"Hmm.. Iya boleh, asal Naz bisa bagi waktu yah.. Utamain anak-anak, kalo bukan kita, siapa lagi yang mau ngerawat mereka?" kata Bang Thariq.
"Beres, Bang.. Insya Allah Naz bisa atur waktu.."

####################

HP jadul di saku Rinaz bergetar. Meski sesusah apapun, HP itu enggan ia jual karena kenang-kenangan saat Bang Thariq dapat hadiah lomba tarik tambang 17-an di kantornya. Rinaz yang tengah mengiris wortel untuk Risoles terkejut bukan kepalang. Perlahan ia keluarkan HP bututnya dari saku dan mulai curi-curi membaca SMS yg masuk, Maklum, hari pertama bekerja, ia harus pandai ambil hati Sang Bos dulu..

Ada kbr baik Naz..
Allah memang Maha Adil.

Apa sih maksudnya??

Mksdnya apa siy Bang?
Kshtau dong..penasaran..


Pesan terikirim.
HP berbunyi lagi.

Ntar ya,I'm on the phone..

Bang Thariq menelpon Rinaz siang itu, setelah ia pulang dari bekerja di tempat Bu Sri. Subhanallah.. Betapa aku telah berburuk sangka pada-Mu, Ya Rabb.. Kau sulitkan kami untuk menerima anugerah yang berlipat-lipat.. Bang Thariq memberi kabar bahwa kami harus siap-siap pindah ke Bandung. Bang Thariq mendapat tawaran untuk menjadi penulis berita di redaksi berita stasiun televisi lokal baru di Kota Kembang itu. Ternyata lamaran Bang Thariq delapan bulan yang lalu baru saja diproses belakangan. Maklum, stasiun televisi baru tentu saja banyak hal yang harus dibenahi. Mungkin aplikasi lamaran yang masuk pun bukan sekedar puluhan jumlahnya.. Gaji yang ditawarkan oleh stasiun televisi itu pun berkali lipat dari yang diterima di harian lokal ini. Biaya kesehatan dan pendidikan untuk 3 orang anak ditanggung perusahaan. Setengah dari jumlah biaya tempat tinggal disubsidi perusahaan. Dan yang paling menawan hati Bang Thariq adalah kesempatan haji setelah 3 tahun masa bakti..
Alhamdulillah, subhanallah.. Tak henti teruntai dzikir ini dari hati dan lisan..

Setelah meletakkan gagang telpon, Rinaz bersujud syukur di lantai rumahnya yang sederhana di bilangan Manggar. Airmata syukur mengalir di pipinya. Rasa dosa yang dalam menghantui hatinya. Betapa rendah prasangkanya pada Rabb yang Maha Mengatur. Ia hanya pelakon yang tengah menunggu arahan Sang Maestro. Ia hanya debu tertiup angin dimata Sang Maha Perkasa. Kini Ia tunjukkan kuasa-Nya. Sungguh malu rasa hati Rinaz, melihat cercanya pada Ilahi dibalas dengan kesyukuran yang berlipat..

"Assalamu'alaikum.." sapa Zidan di pintu.
"Wa'alaikumsalam.." jawab Rinaz seraya tergopoh-gopoh membuka pintu.
"Bunda koq nangis.. Kenapa?" tanya Zidan sambil melempar tasnya ke atas sofa.
"Iya, Bunda koq nangis.. Bunda lapar ya?" tanya Aulia polos. Rinaz menggeleng sambil tersenyum namun tak ayal airmatanya menetes di sudut matanya.
"Ngga, Sayang.. Bunda lagi senaaaang sekali.."
"Kenapa?" tanya mereka berbarengan.
"Karena bulan depan, kita pindah ke Bandung, ke tempat Aki dan Nini.."
"Asiiiik.. Bisa sering ke rumah Aki, Bun?" tanya Zidan girang. Rinaz mengangguk.
"Bener, Bun? Bisa ke Lembang tiap hari Minggu ya?" tanya Aulia sambil tertawa-tawa..
"Insya Allah.."
"Trus bisa apa lagi, Bun?
"Hmm.. Bisa ga nunggak bayaran sekolah lagi.."

####################

Tak terasa enam bulan sudah mereka menenggelamkan diri di kota kelahiran Rinaz. Semua tampak sempurna. Setidaknya jauh lebih baik yang pernah dialaminya di Balikpapan. Tak ada lagi menu makanan yang itu-itu saja lantaran tak mampu membeli bahan yang agak mahal. Tak ada lagi acara berutang kanan kiri. Tak ada tunggakan uang sekolah, listrik, dan telpon. Tak ada masa-masa pening memutar otak untuk mengakali kesempitan finansial. Alhamdulillah.. Sungguh besar kuasa dan kekuatan-Mu, Ya Rabb..

Bahkan kebaikan demi kebaikan datang silih berganti seolah mempermalukan Rinaz akan su'uzhannya pada Ilahi di masa silam. Tulisan-tulisannya di beberapa majalah on-line akan dibukukan sebuah penerbit kaliber nasional. Rinaz merasa tak punya muka dihadapan-Nya. Rasa malunya ia tebus dengan lebih banyak membaca Kalamullah dan menyungkurkan keningnya di hamparan sajadah. Seharusnya ia bersabar dan tawakal, karena bukankah Allah selalu berjanji untuk menambah nikmat pada umat-Nya jika mereka bersyukur?

KL, 23 Desember 2006
When God doesn't seem to help,
He's actually designing something bigger
than you EVER thought..
So let's ALWAYS be grateful for what we have.. :]
posted by Vina @ 4:44 PM  
1 Comments:
  • At 3:19 AM, Blogger Unknown said…

    Assalamu'alaikum...

    Blognya bagus

    tp kenapa harsya-nya jadi jahat gitu?? :(

    Saya jadi tersinggung...

    Karena nama saya harsya juga...

    hehehe

    Wassalamu'alaikum,,,

     
Post a Comment
<< Home
 
 
The Writer
My Photo
Name:
Location: Perth, Western Australia, Australia

Mom of 2 Stooges (6 & 3-year old), sensitive, cheerful, friendly, humourous, claustrophobic + acrophobic, wimbledon-maniac, forgetful, damn well-organized, perfectionist,full-of-forgiveness, impatient mom yet very loving & caring person

Udah Lewat
Cerita Lama
Time & Date
Yang Namu
Links
Say Hi


Template by
Free Blogger templates
Big Thanx to
*LadyLony*
Bouncy Bubbles.Net