Cerita Sana Sini: No More Bad Hair Day...

##########

"Kenapa tadi telat, Fa?" tanya Wilda saat jeda di warung Bu Ipah. Shafa menghela nafas panjang. Betenya belum juga minggat.
"Gua nonton Project Runway semalem. Trus diajakin maen halma sama Raisha sampe jam 1.." jawab Shafa sambil menyumpit Mie Pangsit ke mulutnya. "Waduuugh, panas euy.. Gelo.." seru Shafa.
"Makanya Neng, bismillah dulu atuh. Jadi we kasundut mie.." jawab Wilda sambil tertawa geli.
"Iya nih.. Lupa.." ujar Shifa malu. "Da, ntar anter gua ke salon yuk.."
"Salon lagi?? Bukannya lo baru minta anter gua dua hari yang lalu?" tanya Trina aneh.
"Iya sih, abis gua bete sih Trin, nih rambut back to kribo mulu.." ucap Shafa lemah tak bertenaga. Mie Pangsit yang tadi melambai-lambai menggoda pun rasanya udah ga menggugah selera lagi.
"Emang mau diapain lagi rambut lo?" tanya Wilda sambil mengunyah Batagor Kuahnya dengan nikmat.
"Mau gua catok lagi trus mau minta dikasih obat biar ga balik lagi keriting.." jawab Shafa.
"Ya ampuun Fa.. Dicatok kan ga boleh sering-sering kalee.. Ntar rambut lo malah kering, trus pecah-pecah kaya gua gini.. Gua aja nyesel tuh ikutan si Dena dilaminating segala, udah mah mahal pisaaaaan.. Eh, udahnya rambut gua merah ga jelas.." gerutu Trina sambil mengelus rambutnya yang sekarang dipotong pendek banget lantaran rusak berat.
"Loh, bukannya bagus Trin, kan biar trendy kaya si Ghea.." seloroh Wilda.
"Bagus gigi lo gondrong.. Boro-boro bagus deh, yang ada rambut gua kaya rambut jagung.. Trus rontok, kering, ujungnya pecah-pecah.. Ah, malah jadi ribet ngurusnya. Sekarang lo tau ga, gua kudu pake shampo khusus dari dokter kulit karena shampo biasa malah bikin rambut gua tambah rontok.." kata Trina sewot.
"Ah, yang bener Trin? Ngeri banget ya.." gumam Shafa. Trina menganggu kesal. "Jadi menurut lo, gua jangan nyatok rambut gua lagi nih??"
"Kalo lo pengen rambut lo lurus seminggu trus rusak setaun mah, mangga wae.." jawab Trina.
Shafa jadi mikir seharian, bahkan kuliah Bu Sinta yang jadi favoritnya ga digubris.

##########

"Jadi, Sodara-sodara. Begitulah big project kalian selama semester ini. Mewawancarai penulis, dengan karya minimal 3 buah, baik tulisan lepas di media cetak, maupun publikasi berupa buku non-fiksi, novel atau kumpulan cerpen atau puisi. Kalian punya waktu 1 bulan untuk mencari penulisnya, tanggal 5 bulan depan, saya minta Sodara-sodara sudah mengajukan nama penulis yang akan Sodara wawancara. Tolong sertakan kaset rekaman wawancaranya, berikut disket atau CD yang berisi hasil wawancara Sodara. 20 hasil wawancara terbaik akan saya bukukan dan terbit regional Jabar. Ada pertanyaan??" tanya Dosen DasPen itu seraya melebarkan pandangan ke penjuru ruangan. Seisi kelas membisu. Ada yang kesal, ada yang excited. "Oke, kalo tidak ada, saya tutup kuliah ini. Selamat mengerjakan tugas. Terima kasih telah hadir kuliah hari ini. Selamat sore," katanya lagi dengan logat Batak yang seru.

"Aduuh Paaak.. Kenapa ga sekalian wawancara Soekarno-Hatta, Kartini sama Buya Hamka aja.." ujar Shafa geram.
"Loh, itu mah udah pada almarhum kali, Fa.." jawab Wilda polos.
"Emang.. Biar skalian gua ke alam kubur aja deh daripada ngerjain tugas ribet begini mah.." jawab Shafa.
"Waah, jangan gitu dong Fa. Biasanya lo paling semangat ngerjain tugas kaya gini.." hibur Trina sambil mengulum permen karet.
"Iya sih, tapi akhir-akhir ini gua ga mood banget nihh.." keluh Shafa sambil menelungkupkan wajah di meja perpustakaan.
"Kenapa sih lo?? Ribut sama orang rumah?" tanya Wilda sambil menutup buku.
"Ga lah.."
"Trus kenapa dooong?" tanya Trina penasaran.
"Kayanya gua kena IC alias KPD nih.." jawab Shafa cuek.
"KPD bukannya nama trayek bis Antapani-Gegerkalong, Fa?" tanya Wilda bloon.
"Itu mah KPAD kaleee.." jawab Trina sewot sambil mendelik. Wilda nginyem.
"IC itu Identity Crisis, KPD = Krisis Percaya Diri.. Ahh, lo gitu aja ga tau. Tinggal di gunung mana sih lo.." jawab Shafa males-malesan.
"Apa yang bikin lo ga pede? Lo pinter, cantik, baik, pinter nulis, jago motret.. Gua mah, jangankan motret, baru ngelurain kamera aja kucing-kucing pada kabur. Trus Bo-Nyok makmur pula. Apalagi yang bikin lo ga pede?" kata Wilda sambil mengernyitkan kening. Shafa menarik nafas panjang.
"Jangan bilang rambut lo.." desis Trina sambil membuka sebuah buku tebal bersampul ijo tua.
"Kayanya emang itu deh.."

Wilda dan Trina berpandangan tanpa sanggup menolong.

##########

HP Wilda mengumandangkan lagu Opick & Melly. Wilda yang sedang mengendarai motor matic-nya menepi dan membuka helm pink-nya kemudian mengangkat panggiln yang membuat seluruh area pahanya geli karena vibrate. Dilihatnya layar HP Sony Ericsson keluaran taun lalu itu. Shafa nih.. kata Wilda ketika melihat nama sahabatnya di layar.
"Assalamu'alaikum.." sapa Wilda.
"Wa'alaikumsalam.. Da, lagi dimana nih?" tanya Shafa.
"Gua lagi di jalan, tadi lagi di motor makanya lama ngangkatnya, gua minggir dulu. Kenapa gitu?" tanya Wilda dengan logat Nyi Iteung yang kental.
"Lo ada acara? Temenin gua shopping yuk??" tanya Shafa antusias. Wajah Wilda berubah bimbang.
"Nggng.. Gimana ya.. Gua ada acara sih.." jawabnya ragu.
"Rek kamana kitu?" tanya Shafa lagi.
"Gua mau ngaji.." jawab Wilda mantao.
"Ngaji?? Lo kaya Emak gua aja pengajian.." sindir Shafa seraya tertawa.
"Mumpung masih ada umur.." jawab Wilda ringan tanpa tersinggung. Jawaban santainya itu membuat Shafa tercekat. "Fa.. Halow, halow.. Pareum kitu nya.." Wilda menjauhkan HP dari telinganya kemudian mendekatkannya lagi.
"Halo, Da.. Ehhm, ya udah deh ga pa-pa, laen kali aja ya shoppingnya. Sori loh bikin lo telat ngaji.." kata Shafa jengah.
"Ah elo, ga pa-pa lagi.. Nyantai aja, belon telat koq. Ntar malem jadi kan? Gua ke tempat lo yah?"
"Sip, gua tunggu yah.."
"Okeh deh, Neng.." Wilda hampir memencet tombol 'End' ketika Shafa menjerit memanggil namanya lagi.
"Eh Daa.."
"Kenapa, Fa??"
"Assalamu'alaikum.." kata Shafa perlahan. Wilda tersenyum.
"Wa'alaikumsalam.."

Wilda pun kembali lompat ke atas motornya dan melaju menyusuri Jalan Dago.

##########

"Eh, Wilda.. Masuk yuk. Shafanya lagi shalat maghrib dulu.. Mau nunggu sini atau langsung ke kamar Shafa aja?" kata Mama Shafa ramah seraya mempersilakan Wilda masuk.
"Langsung ke kamar aja, Tante.. Makasih.." jawab Wilda sambil pamit ke kamar Shafa.
"Assalamu'alaikum, Ceu.." sapa Shafa pada Wilda yang baru nongol di pintu.
"Wa'alaikumsalam.."
"Masuk sini, Da. Dari tadi?" tanya Shafa sambil melipat mukenanya.
"Ga, baru banget.. Trus sama emak lo suruh langsung masuk aja katanya.." jawab Wilda sambil menyimpan sling bagnya di kasur Shafa.
"Tadi gimana ngajinya?" tanya Shafa. Wilda tersenyum.
"Yaah, gitu ajalah. Seperti ngaji-ngaji layaknya.." jawab Wilda diplomatis.
"Eh, serius dong, gua pengen tau aja.." kata Shafa serius.

"Biasalah, tadarus. Trus tergantung materi yang mau dibahas hari itu, biasanya mah suka direncanain dari minggu sebelumnya, misalnya nih minggu depan mau ngebahas tentang "Modis Dalam Pandangan Islam". Naah, kalo udah ditentuin topiknya gini, pas ngaji minggu depan, anak-anak yang ikutan udah pada siap sama daftar pertanyaannya masing-masing.. Lumayan, seru juga untuk ukuran pengajian remaja.." jawab Wilda sambil nyengir. Shafa manggut-manggut. Tersirat ketertarikan di kilat mata beningnya.
"Eh, ngobrolnya sambil makan Pisang Panggang Dwilingga yuk??" kata Shafa sambil membuka lemari pakaiannya dan menyambar sebuah jaket kaos warna jingga.
"Hayu, hayu.. Tau aja lo temen lagi laper.." jawab Wilda sambil bangkit dari ranjang empuk itu.
"Kita naek mobil aja yah, di luar kayanya lagi dingin banget nih.." Wilda menurut saja.

Jalan Martanegara yang gelap tercahayakan lampu mobil yang ramai berseliweran melalui jalan itu. Beberapa pedagang kaki lima di sepanjang jalan itu cukup ramai disambangi pembeli. Malam dingin seperti ini rupanya rantai rezeki para pedagang. Jalan Lodaya yang harus mereka lewati pun sesak dipenuhi beberapa mobil yang pemiliknya hendak mengisi perut. Tenda yang menyajikan berbagai macam makanan meriah oleh pengunjung. Tak lama kemudian, Wilda dan Shafa tiba di sebuah tenda yang di dalamnya ramai duduk anak muda yang kelaparan. Tenda sederhana itu memang tak mewah, sama sekali. Tapi yang datang.. Bukan hanya anak muda yang gaul, tapi juga artis-artis lokal maupun ibukota.

Wilda memesan Indomie Rebus Telur sedangkan Shafa siap mengenyangkan perutnya dengan sepiring Pisang Bakar Coklat Keju. Sambil menunggu pesanan datang, mereka larut dalam percakapan.
"Elo ngaji seminggu sekali doang?" tanya Shafa sambil meniup teh panasnya yang masih mengepul.
"Iya. Tapi kalo lagi ga sibuk mah gua suka ikutan juga pengajian di Fakultas. Lumayan lah cari ilmu sambil membunuh waktu.. Hehe.." jawab Wilda masih dengan gaya bercandanya.
"Yang ngaji banyaknya yang akhwat-akhwat [wanita berjilbab panjang dengan gamis-red] gitu ya?" bisik Shafa perlahan khawatir ada sepasang telinga yang turut mendengar mereka. Wilda menggeleng cepat.
"Ga lagi, Fa.. Malah banyak juga yang ga berjilbab.. Banyaknya mah yang model gua gini deh, yang berjilbab tapi belom becus berilmu agama.. Hahahah!!" Wilda menjawab seraya tertawa geli sendiri.
"Kalo mau ikutan ngaji kudu daftar dulu ga, Da?' tanya Shafa sambil menyambut piring yang disodorkan seorang lelaki muda di tenda itu.
"Daftar? Emang pilkada pake daftar segala?? Ada-ada aja lo.. Ya ngga atuh, Fa.. Mau ikut mah tinggal dateng.." jawab Wilda sambil mengambil sebotol sambal. "Kenapa sih nanya-nanya.. Emang lo mau ikutan yah?" tanya Wilda sambil meledek.
"Ehmmm.. Iya sih, tapi minder euy.." ujar Shafa pelan. Wilda menoleh serta merta.
"Ya ampyuuun, ngapain pake minder segala sih Neng, semua yang ngaji di sana kan dalam tahap belajar, jadi masih sama-sama awam.. Ga usah malu kaliiii.." jawab Wilda terperanjat namun senang.
"Gua kan ga pake jilbab, trus masih suka maen sama cowo. Shalat gua juga masih bolong-bolong.." bisik Shafa sambil menyuapkan sepotong Pisang Bakar ke mulut mungilnya.
"Makanya kita semua ke sana dengan tujuan memperbaiki diri. Majelis itu ga pernah menghakimi orang koq.. Pokonya tujuannya cuma 1, MENGEVALUASI DIRI. Semua kan proses, Neng.. Nyantai aja atuh.." jawab Wilda santai sambil menelan potongan-potongan mie instannya.

Malam merambat perlahan. Meninggalkan sisa tanya di hati Shafa. Sebuah dorongan kuat untuk bergabung dengan Wilda di majelis itu membuatnya tak bisa tidur, ga konsen ngerjain tugas, ga minat nonton tivi, bahkan yang biasanya dia paling semangat maen online-game di internet pun sama sekali ga bisa menggugah perasaannya malam itu.

Malam masih redup oleh cahaya bulan. Shafa masih terpaku di sudut jendela. Sibuk mencari jawaban atas apa yang terjadi pada hatinya, malam itu..

##########

Shafa bangun lebih pagi hari itu, dia ga boleh terlambat lagi hari ini. Selain dia harus shalat subuh & ngerjain sisa tugas yang kelewat semalem, hari ini jadwalnya mencuci rambut & tentu saja mencatoknya supaya rapi & ga ngembang kaya kembang kol. Kegiatan ini yang udah mulai menjenuhkan & menyita perhatian. Mana kalo ngantuk suka kesamber panasnya catokan. Uuugh, adakah jalan lain untuk melewati hari-hari panas & kribo ini..

Hari itu seluruh penghuni kelas begitu tegang oleh mata kuliah Pak Sahat. Semua khawatir penulis yang akan diajukan ga sesuai sama kriteria. Ga terasa 2 minggu berlari begitu cepat sehingga beberapa mahasiswa yang belum kebagian jatah penulis untuk diwawancarai semakin kalang kabut.
"Trin, siapa yang mau lo wawancara??" tanya Wilda sambil menghempaskan tubuhnya di kursi.
"Gua ada 2 penulis, tapi yang satu ini nyambi jadi manajer & Music Director di radio, jadi yang sibuk banget gitu dehh.. Yang satunya lagi training di Beijing.. Gua ga tau kapan pulangnya, kata publisher-nya mah sekitar 2 minggu lagi.." kata Trina gelisah.
"Lo, Fa?" tanya Wilda sambil menggigit ujung pulpen yang sejak tadi digenggamnya.
"Hmmh.. Gua kayanya mau wawancara temennya Raisha deh, dia udah nerbitin 3 buku kumpulan cerpen & puisi. Tapi tiap gua hubungin sibuk mulu nih.." jawab Shafa ga bersemangat.
"Pak Sahat dateng woi.." kata Jay sambil berlari ke tempat duduknya, spontan seisi kelas langsung bermigrasi ke tempat yang strategis.

Kuliah hari itu dilalui dengan berat oleh semua mahasiswa. Gimana ngga, kuliah jam 1, mana ngantuk, laper plus ngantuk yang mendera harus dilawan dengan susah payah. Perjuangan banget deh.. Jam 2.30, akhirnya kuliah berakhir juga. Shafa, Wilda, dan Trina buru-buru menuruni anak tangga dengan alasan yang berbeda. Trina harus memenuhi 'panggilan alam', Shafa harus menelpon Raisha lantaran harus memberitahu bahwa kunci rumah dia titip ke Tante Yusi, tetangga mereka. Wilda harus segera sampai rumah untuk menyimpan tas & bergegas berangkat mengaji.

"Da.. Tunggu, Da!!" panggil Shafa dari kejauhan. Wilda menoleh dan kemudian berjalan menghampiri.
"Eh elo, gua kirain udah pulang.."
"Belom, tadi gua cari tempat sepi untuk nelpon Raisha.."
"Oooh.. Sekarang udah nelpon?"
"Udah, gua lupa ngasih tau, kunci rumah gua titipin ke Tante Yusi.."
"Oooh gitu.."
"Da.. Hmmh.. Kira-kira gua boleh ikutan ngaji sama lo ga?" tanya Shafa ragu. Wilda terkejut dalam kegembiraan.
"Ya boleh dong Fa, gua malah seneng banget ada temen ngaji.. Lo mau pulang dulu?" tanya Wilda sambil merangkul bahu Shafa.
"Gua ikut sama lo aja deh. Tapi gua pinjem kerudung lo ya, Da.." ucap Shafa perlahan.
"Siip deh. Mau yang jilbab instan atau yang kerudung selendang panjang?" tanya Wilda semangat.
"Mana aja deh.. Thanks yaah.."

##########

"Jadi, Adik-adikku.. Islam itu indah. Allah itu indah dan sangat mencintai keindahan. Hendaknya kita menerapkan dalam semua aspek kehidupan, sehingga apapun yang kita lakukan ga semata-mata baik tapi juga indah. Misalnya, untuk Adik-adik yang sedang belajar pake jilbab, tak cukup dengan syar'i, tapi juga harus enak dipandang mata. Ini tentu berkaitan dengan kepantasan & kombinasi pakaian itu sendiri ya. Misalnya, kita harus pandai memadupadankan pakaian sehingga orang-orang yang memandang kita akan melihat dengan pandangan yang sejuk. Rasulullah aja pernah menegur seorang sahabatnya yang berpakaian kurang 'matching' istilahnya, karena menyakitkan pandangan.." kata Ustadzah Halima ramah. Sepanjang tausyiahnya, pandangan selalu ia tebarkan pada seluruh jamaah majelis, termasuk pada Shafa, Sang Newcomer.

Setelah satu setengah jam mendengarkan tausyiah dan satu jam tadarus, tiba saatnya sesi tanya jawab. Sesi yang selalu ditunggu-tunggu oleh semua jamaah muda.
"Naah, ada yang mau nanya lagi??" tanya Ustadzah Halima.
Shafa mengacungkan tangan dengan kurang mantap. Wilda dengan yakin melemparkan pandangan udah-cuek-aja-nanya pada Shafa.
"Mau nanya beberapa pertanyaan nih Bu.. Sebelumnya mohon maaf, mungkin pertanyaannya basi & pernah dibahas, tapi berhubung saya baru pertama dateng kesini, ga pa-pa ya Bu nanya lagi. Pertama, apa hukumnya berjilbab itu? Kedua, bagaimana dengan kami yang ingin berjilbab namun ibadah masih minim, cara bicara masih asal, masih suka nonton film Barat dan lain-lain, mohon penjelasan, Bu.." tanya Shafa lancar hingga mengundang senyum lembut Ustadzah Halima.
"Saya jawab ya. Bismillahirrahmanirrahiim.. Di surat 33 Alqur'an, QS Al-Ahzaab ayat 59 dijelaskan bahwa perempuan yang sudah akil baligh wajib menutup auratnya dengan mengulurkan jilbab ke dadanya. Ini kayanya udah jelas banget ya bahwa Allah memerintahkan perempuan dewasa, yang ditandai akil baligh, wajib berjilbab. Masalah masih kurang ibadah mah kan bisa sambil jalan. Itulah salah satu fungsi jilbab, untuk mengingatkan perempuan untuk selalu melakukan ibadah & kebaikan. Kan suka ada peribahasa anak muda, 'Malu atuh sama jilbab'.. Jelas ya, Dik??" jawab Ustadzah Halima ramah dan sabar.

##########

Sesampai di rumah setelah pengajian itu, Shafa mengunci diri di kamar. Dibukanya lemari baju besar di kamarnya. Dipandanginya semua koleksi kemeja dan T-shirt lengan pendek di dalamnya. Setelah disortir dan dimasukkan ke dalam kantong plastik besar, Sahafa menyimpannya di kolong ranjangnya. Shafa beranjak ke kamar Mama. Fiuuh, untung Mama belum pulang. Shafa pun mindik-mindik menuju lemari baju Mama. Dibukanya pintu lemari itu perlahan. Matanya yang bulat indah mencari-cari sesuatu. Setelah tangannya meraih tumpukan kain berwarna-warni, ia segera menariknya dengan hati-hati. Dipandanginya selembar kain bermanik itu. Kemudian Shafa berlari kecil ke meja rias Mama. Dipakainya kain yang sudah berbentuk kerudung itu.

Koq enak yah, ga panas.. Shafa membatin sambil mematut diri di depan kaca. Shafa bergegas menuju lemari lagi dan mencari-cari lagi.. Nah, gua suka banget kalo Mama lagi pake jilbab warna ini, kata Shafa tersenyum sendiri.

"Eeeh, ngapain kamu, Fa?? Koq pake jilbab Mama??" tanya Mama heran ketika mendapati anak tomboynya ngubek-ngubek lemari baju dengan jilbab menutupi kepalanya. Yang bikin Mama mesem-mesem, Shafa masih pake celana pendek & t-shirt gambar Garfield..
"Ga, Ma.. Iseng doang.." jawab Shafa tenang meskipun deg-degan. Ia bereskan semua jilbab Mama dan disimpannya kembali ke lemari.

##########

"Halo??" jawab Wilda rada jutek ketika menjawab panggilan dari HP-nya. Ia melirik jam tangan yang terletak di meja itu. Ya Allah, masih jam 1.30 dini hari, ngapain sih nih orang nelpon jam segini, rutuk Wilda sebel.
"Da, ini gua.." suara khas menyapa di seberang sana.
"Iya gua tau itu elo, Fa. Tapi gua harap lo tau sekarang jam berapa," jawab Wilda sambil menggosok-gosok matanya yang masih sepet.
"Iya, soriii.. Gua ga bisa tidur nihhh.." jawab Shafa gelisah. Wilda langsung menyalakan lampu kecil di mejanya.
"Ga bisa tidur kenapa, Fa?" tanya Wilda mulai penasaran. Jam segini nelpon trus bilang ga bisa tidur?? Gila apa, sementara gua ga bisa GA tidur lantaran barusan nyuci baju seabrek plus ngepel kamar, batin Wilda.
"Gua kepikiran mulu kata-kata Ustadzah Halima.." Suara Shafa terdengar bergetar.
"Kata-kata yang mana nihh, dia kan ngomong banyak.."
"Yang bilang bahwa muslimah yang udah akil baligh wajib berjilbab.." Wilda tercekat.
"Trus, maksud lo gimana nihh?" Jantung Wilda semakin berpacu.
"Besok lo ga usah kuliah Bu Irma ya? Bantuin gua.." kata Shafa berbisik. Khawatir Sang Mama denger bahwa dia bakal bolos kuliah besok.
"Bolos?? Bantuin apaan sih sampe kudu bolos segala??" Wilda mulai khawatir.
"Tenang ajalaah.. Kan bolos jam pertama aja, ntar kuliah yang jam 1 mah masuk lagi.. Pokonya besok gua tunggu lo di Monumen yah.. Jam 9. Please??" Suara Shafa mulai memelas.
"Ya udah. Besok ya.. Tapi lo kudu bisa ngeyakinin gua bahwa ini BENER-BENER penting sampe gua kudu ikut lo bolos kuliah segala.." jawab Wilda.
"Iyaaa.. Tengkyu banget ya, Da.. I owe you on this.." Klik, sambungan terputus. Tinggallah Wilda yang terpegun memikirkan apa yang ada di pikiran sahabatnya itu. Uggh, nelpon malem-malem cuman ngajakin bolos, sekarang gua kaga bisa tidur lagi dehh, gerutu Wilda bete.

##########

Jam 8.53.
Udah hampir setengah jam Shafa nongkrong di Monumen depan Kampus FE.
Bukan salah Wilda, dia ga telat. Hampir ga pernah. Tapi Shafa ga pernah ngerasa begini gelisah sampe harus dateng setengah jam lebih awal dari waktu yang dijanjiin.

Jam 8.55.
Aduuh, mana sih Si Wilda, gumam Shafa sambil bolak-balik ngelirik jarum jam di pergelangan tangan kanannya.

Jam 8.57.
Shafa sedang sibuk mencet-mencet keypad HP-nya ketika jantungnya hampir lompat keluar dadanya gara-gara ketukan di kaca mobilnya. Uggh, ngagetin aja, gerutu Shafa lega. Wilda came right on time, as always..

"Okeh, gua udah disini sekarang. Mau ngapain lo sampe gua kudu ikutan bolos segala?" tanya Wilda sambil memasang seatbelt-nya.
"Kita jalan dulu yah, ntar di tengah gua kasihtau.." kata Shafa sambi menyalakan mesin mobil.

Di Jalan Tamblong.
"Gua mau minta tolong elo nganter gua ke Pasar Baru, Da.." kata Shafa saat rehat lampu merah di sebuah perempatan.
"Huaaaa.. Elo ke Pasar Baru?? Ngapain, Da?? Bukannya selama ini lo paling anti ke Pasar Baru? Denger namanya aja kayanya lo udah gatel-gatel.." tanya Wilda pengen ketawa.
"Iya, emang kenapa? Semua orang kan boleh ke Pasar Baru, ga dosa kan?" jawab Shafa santai.
"Ya emang boleh sih, tapi maenan lo kan FO trus butik-butik distro gitu.. Aneh aja kalo tiba-tiba lo mau menyambangi Pasar Baru.." jawab Wilda.
"Pokonya lo kudu nemenin gua yah. Ntar sampe sana gua kasih next clue.."
"Hahaha.. Lo udah kaya Amazing Race Asia aja nihh.. Ya udah, gua ngikut aja dehh.."

Di Pasar Baru.
Ternyata masih banyak kios yang tutup. Mereka dateng kepagian. Kebanyakan kios di sana buka sekitar jam 10.
"Ya udah Fa, kita makan dulu aja yuk.. Gua laper berat nihh.." kata Wilda.
"Okeh dehh.."

Jam 10 teng.
"Yuk Da.. Ntar keburu rame di dalem.." ajak Shafa sambil nyeruput teh manisnya. Wilda sampe keselek.
"Tenang aja kaleeee.. Pasar Barunya juga belum ada rencana pindah koq.." jawab Wilda sambil menyeka mulutnya.
"Lo yang guide gua ya." Shafa menggandeng tangan Wilda.
"Eh, tapi mau kemana dulu nihh??" tanya Wilda seraya menarik tangan Shafa.
"Cari jilbab.." Mata Wilda terbelalak.
"Buat nyokap lo kan??" Shafa menggeleng.
"Dia mah senengnya beli sendiri."
"Trus but siapa dong??"
"Ya buat gua laaahh, masa buat bokap gua.." jawab Shafa sambil melenggang santai meninggalkan Wilda yang masih terbengong-bengong.

Di sebuah kios di lantai 2.
"Ini langganan gua, Fa. Lo liat-liat ja dulu yah. Kalo ga cocok, di sebelah sana masih banyak kios laen.." kata Wilda.
"Lo temenin gua yah. Pilihin warna & model yang lucu, kaya punya lo gini.." kata Shafa sambil menunjuk jilbab pink berenda senada di bagian dada.
"Okeeeh.. Lo mau warna apa?" tanya Wilda sambil menyapa Teteh penjual jilbab.
"Gua pengen warna item, putih, broken white, pink, coklat kopi, maroon, baby blue, ijo pupus sama biru dongker.." jawab Shafa berbisik. Wilda tertawa..
"Banyak amat, ngajinya juga seminggu sekali.. Ya udah ntar gua pilihin trus elo milih ya mana yang lo suka." Shafa mengangguk kegirangan.
"Lucu-lucu ya, Da.. Modelnya banyak banget lagi.." Shafa berbisik lagi sambil memilih beberapa lagi.
"Makanya gua sering kesini. Trus lumayan murah juga dibandingin kios laen.." jawab Wilda pelan.
"Ini Teh, ada juga yang maniknya di pinggir.." kata Teteh penjual jilbab sambil menyodorkan sebuah jilbab kuning muda dalam bungkus plastik bermanik di dada.
"Ini juga lucu ya, Da.." ujar Shafa. Wilda mengangguk antusias.
"Udah belom nih, Fa?" tanya Wilda sambil menghitung jilbab yang udah dipilih Shafa. Semua berjumlah 8 buah.
"Tanggung deh Da, 2 lagi aja, biar genap 10.." ucap Shafa sambil matanya terus menerobos berbagai warna di display kios itu.

Setelah membayar semua kerudungnya tanpa menawar, kemudian mereka melenggang keluar dari kios itu. Shafa pun tak lupa membeli beberapa lapisan untuk dipakai di dalam jilbab supaya rambut tetap rapi terbungkus.

"Trus sekarang mau kemana nih, Fa?"
"Kita ke toilet dulu yah.." Wilda mengangguk.
Sesampainya di toilet, Wilda langsung menuju bilik buang air kecil. Ketika keluar, Wilda tercekat melihat kepala Shafa yang sudah terbungkus jilbab biru dongker. Jilbab itu sungguh cantik berpadu dengan kemeja bunga-bunga kecil birunya. Pantes dia pake kemeja lengan panjang & ngucir rambutnya, kata Wilda kagum.
"Lo mau keluar dari toilet dengan 'itu' sekarang?" tanya Wilda gugup seraya menunjuk jilbab baru itu. Shafa mengangguk.
"Ga pa-pa kan??" tanya Shafa.
"Ga pa-pa banget, Fa.. Gua seneng banget lo dapet hidayah.. Ga semua orang dikasih hidayah sama Allah, Fa. Lo orang terpilih.. Yuk kita keluar.." Wilda memeluk hangat sahabatnya. Shafa tampak menitikkan air mata haru.
"Makasih ya Da, udah nemenin gua nyari jilbab."
"Kalo gua tau lo mau pake hari ini, lo ga usah beli Fa, lo bisa pinjem punya gua.." kata Wilda pelan.
"Ga, Da. Gua malu banget sama Allah. Gua punya banyak baju yang ratusan ribu, tapi masa gua ga mau beli selembar kain buat nutupin aurat gua yang harganya ga seberapa." Shafa tampak berkaca-kaca. Wilda merengkuh bahu sahabatnya.
"Iya, gua ngerti. Dan gua bangga banget sama keputusan lo.. Istiqamah ya, Fa.. Kita belajar sama-sama.." jawab Wilda terbata-bata.

##########

Sesampainya di kampus, semua teman memandang Shafa dengan takjub. Seakan ga percaya Si Tomboy itu akhirnya berhijab. Yaah, layaknya warna di dunia, pandangan yang hinggap pun bermacam-macam. Ada yang suka, ada yang kagum, ada yang kaget, ada yang aneh, ada yang bilang cantik. Tapi begitulah dunia, bereaksi terhadap segala sesuatu.
"Shafaaa.. Aduuh, sumpah deh lo cantik banget pake itu.." kata Trina sambil memeluk sahabatnya.
"Alhamdulillah, gua jadi malu nihh.." jawab Shafa santai, seperti biasa.
"Koq kalian ga ngajak-ngajak sih.." Trina cemberut sampe bibirnya yang mungil itu maju 3 centi.
"Duuh Trin, maap yah. Bukan ga mau ngajak-ngajak, tapi gua juga ditelpon malem buta nih sama Shafa.. Gua juga ga tau dia mau ngajak kemana. Pake acara ngajak bolos kuliah Bu Irma segala lagi.. Taunya minta dianter ke Pasar Baru bo.. Beli kerudung.." jawab Wilda ceria.
"Eh, Pak Agus dateng. Balem, balem (diam-bhs. Sunda)," kata Ray.

##########

Hari itu hari yang paling indah untuk Shafa & Wilda. Hari pertama Shafa berjilbab memenuhi perintah Khalik-nya. Hati Shafa serasa berbunga-bunga, haru dan lega bercampur di sana. Terngiang-ngiang tausyiah Ustadzah Halima yang mengatakan bahwa kita harus menyegerakan perbuatan baik, khawatir ajal menjemput lebih dulu. Andai Allah akan menjemputku hari ini, at least aku sudah dalam keadaan berhijab, gumam Shafa dalam hati.

"Shafa!! Wilda!!" Kedua sahabat itu menoleh.
"Kenapa Trin?" tanya Wilda.
"Besok gua juga mau pake, Da." Trina menjawab mantap.
"Beneran??" tanya Wilda ga yakin.
"Bener!! Gua sebenernya udah kepikir dari semester lalu, tapi belum pede gitu.. Tapi pas liat Shafa, gua jadi tambah yakin dehh.."
"Subhanallah walhamdulillah.. Okeh, besok lo ke tempat gua dua jam sebelum kuliah DasPen yah. Jilbabnya ada ga?" kata Wilda.
"Ada dooong. Lengkap deh pokonya.." Trina menjawab dengan sigap.
"Okeh, sampe ketemu besok yah.. Lo mau ikut juga?" Wilda bertanya pada Shafa.
"Oh iya doong. Di hari yang bersejarah gua kudu mendampingi sahabat gua.." jawab Shafa riang.
"Siip deh.. Sampe besok yah. Assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikumsalam.."

Di perempatan Dago-Dipati Ukur sebuah mobil menyambar tanpa ampun, menghantam bagian depan dan tengah mobil Honda Jazz pink hingga tak berbentuk lagi. Mobil itu terseret dan berguling puluhan meter dalam keadaan mengenaskan. Sosok perempuan muda berjilbab di dalamnya terbanting ke depan. Untunglah polisi datang dengan cekatan, mengevakuasi jenazah perempuan muda itu ke ambulans dan menemukan sebuah Kartu Tanda Mahasiswa atas nama Shafa Aulia Natadisastra.

KL, 29 December 2006
Dari seorang kawan: Ilmu yang kamu miliki tidaklah cukup; kamu harus mengamalkannya.
Niat tidaklah cukup; kamu harus melaksanakannya.

About Me